Bermodalkan meja kecil yang dipakai anaknya belajar dan mengaji, Bu retno (38 thn) menjual agar-agar untuk bertahan hidup. Anaknya yang masih berusia 10 tahun juga turut menemani Bu Retno jualan sepulang sekolah karena tidak ada yang menjaganya.

Sejak pukul 08.00 pagi, Bu Retno mulai menata dagangan agar-agarnya di atas meja di pinggiran trotoar. Ia juga tampak menyeret kakinya setiap berpindah tempat akibat masalah kesehatan. Aroma got yang letaknya persis di samping tempatnya berjualan juga harus ditahannya seharian.

Tak peduli panas maupun hujan, Bu Retno terus menanti di atas kerasnya trotoar hingga sore hari berharap ada orang yang melirik dagangannya. Rasa lelah Bu Retno tak sebanding dengan yang didapatkannya. Penghasilannya sehari tidak lebih dari Rp30 ribu, itupun jika dagangannya terjual ludes. 

Sering kali Bu Retno  merenung menatap kosong agar-agarnya, berpikir tentang hari esok. Penghasilannya harus dibagi untuk makan sehari-hari, uang sekolah anak, hingga sewa sepetak kecil kontrakan. 

Padahal, mie instan dan telur ceplok sering menjadi menu utama makanan Bu Retno dan anaknya demi berhemat. Tapi tetap saja berhemat bagaimanapun tidak cukup karena penghasilannya juga sangat jauh dari kata cukup.

Ia sangat ingin memberi anaknya kehidupan yang layak, makan dan tempat tinggal yang layak. Jika ada rezeki, Bu Retno ingin membeli perlengkapan jualan agar lebih menarik dan banyak pembeli, 

"Sayangilah siapa yang ada di muka bumi, niscaya kamu akan disayangi oleh siapa saja yang ada di langit" (HR At-Tirmidzi no. 1924)

#TemanBaik, mari bantu Bu Retno untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara klik Donasi Sekarang di bawah ini!